Harta Karun Jin Yong

Sebagai seorang penulis cerita silat atau wuxia, Jin Yong telah menulis 15 cerita silat baik dalam bentuk novel panjang, novella maupun novelette. Sebagian besar cerita mengetengahkan tema patriotisme, balas dendam dan pengkhianatan. Jin Yong juga pernah memasukkan plot perburuan harta karun ke dalam novel wuxia buatannya. Tercatat ada 4 novel yang memiliki plot perebutan harta karun.

Uniknya, plot perebutan harta karun ini ditempatkan Jin Yong dalam novel yang mengambil setting cerita berdekatan yaitu akhir dinasti Ming (sekaligus awal dinasti Qing) hingga puncak kekuasaan dinasti Qing. Bahkan keempat novel ini memiliki hubungan dengan adanya tokoh dari dalam novel satu disebutkan di dalam novel lainnya.

Sebenarnya novella White Horse Neighs in the Western Wind (Kuda Putih Menghimbau Angin Barat) juga memiliki plot perebutan peta harta, hanya saja tempat yang dirujuk dalam peta tersebut tidak menyimpan harta karun berharga melainkan benda-benda seni budaya. Oleh sebab itu novel ini saya keluarkan dari deretan novel Jin Yong dengan plot harta karun.

Kita mulai dari setting cerita era yang paling awal dan di akhiri era paling modern.

1. Sword Stained With Royal Blood
Setting cerita (1630-1645):
Dinasti Ming (era Kaisar Chongzhen), Dinasti Shun (era Li Zicheng), Dinasti Qing (era Huang Taiji)

Asal Harta Karun:
Kaisar Jianwen adalah kaisar kedua dinasti Ming. Pada tahun 1402, pamannya pangeran Yan alias Zhu Di memberontak dan menyerang istana kaisar di Nanjing. Pihak Kaisar Jianwen kalah dan Jianwen melarikan diri. Tapi sebelumnya pengikut setia kaisar Jianwen, Xu Huizu anak sulung jenderal Xu Da berhasil melarikan dan menyembunyikan harta istana di ruang bawah tanah rumahnya untuk kaisar Jianwen.

Plot Cerita:

Pendekar Ular Emas Xia Xueyi mencuri 3 pusaka milik Wudu Jiao (Sekte Lima Racun), salah satunya adalah peta harta karun. Setelah tewas, Xia Xueyi mewariskan seluruh harta pusakanya pada orang beruntung yang menemukan tempat persembunyiannya. Kebetulan sekali tokoh utama cerita ini Yuan Chengzi tanpa sengaja menemukan gua tempat persembunyian Xia Xueyi.

Dibantu Xia Qingqing, putri tunggal Xia Xueyi, Yuan Chengzi menemukan harta karun Kaisar Jianwen dan Yuan Chengzi memutuskan untuk menggunakannya sebagai dana pemberontakan demi menggulingkan kekuasaan dinasti Ming yang korup.

2. The Deer and The Cauldron
Setting Cerita (1660-1670an):
Dinasti Qing (era Kaisar Kangxi)

Asal Harta Karun:
Ketika balatentara Manchu berhasil masuk, menyerbu dan menaklukkan daratan tengah China, mereka menjarah banyak barang-barang berharga dan menyimpannya di lokasi rahasia di timur laut. Peta harta dibagi menjadi 8 dan disimpan di dalam 8 buku Sutra Buddha 42 Bab. Kedelapan Sutra tersebut diberikan pada 8 pemimpin pasukan delapan bendera Manchu.

Plot Cerita:

Para komandan pasukan 8 bendera pemegang Sutra Buddha 42 Bab berisi pecahan peta harta karun, diberikan info bahwa lokasi yang ditunjukkan di daerah Heilongjiang itu berisi “Urat Nadi” wangsa Manchu. Jika ditemukan musuh dan diambil berarti hancurlah kekuasaan mandat surgawi yang dipegang wangsa Manchu dinasti Qing. Sutra dan info urat nadi wangsa Manchu diwarisi turun temurun komandan pasukan delapan bendera.

Hanya kaisar yang tahu bahwa lokasi yang ditunjukkan peta sebenarnya berisi harta karun jarahan balatentara Manchu.

Tokoh utama cerita ini Wei Xiaobao berhasil mengumpulkan seluruh peta dan mendapatkan info harta karun dari kaisar Shunzhi yang sedang sekarat. Walau berhasil menemukan lokasi harta, Wei Xiaobao tak mau mengambilnya karena percaya dengan ramalan urat nadi wangsa Manchu.

3. A Deadly Secret
Setting Cerita (1720-1730an):
Dinasti Qing (era Kaisar Yongzheng)

Asal Harta Karun:
Konon Kaisar Yuan dari dinasti Liang (552-555 Masehi) menimbun banyak harta dan menyimpannya di lokasi rahasia. Setelah se;esai, Kaisar Yuan membunuh semua orang yang mengangkut dan mengetahui lokasi harta sehingga hanya kaisar Yuan sendiri yang tahu lokasi harta tersebut.

Ketika dinasti Liang Selatan runtuh dan kaisar Yuan terbunuh, tentu saja tak ada orang yang tahu dimana letak timbunan harta karun kaisar Yuan. Lokasi harta karun tersebut hilang selama lebih dari seribu tahun….. hingga seorang biksu yang tinggal di kuil Tianning daerah Jingzhou tak sengaja menemukannya.

Plot Cerita:

Lokasi tempat penyimpanan harta karun tidak ditulis dalam bentuk peta melainkan dalam bentuk teori ilmu pedang puisi Tang.
Biksu kuil Tianning yang menemukannya berniat memberikan harta karun tersebut pada organisasi pemberontak Tiandihui sebagai dana pergerakan menggulingkan kekuasaan Manchu dinasti Qing yang menguasai China.

Khawatir rahasia lokasi harta karun bocor ke pihak musuh, sang biksu membuat kode angka yang diinkripsi ke dalam jurus-jurus ilmu pedang perguruannya yaitu Liancheng Jue atau ilmu pedang Puisi Tang sebagai petunjuk lokasi.

Tokoh utama cerita Di Yun adalah salah satu pewaris perguruan Liancheng Jue yang akhirnya berhasil menemukan lokasi penyimpanan harta karun tapi sama sekali tak berminat untuk menguasainya.

Akhirnya banyak tokoh dunia persilatan yang datang menemukannya termasuk gurunya Di Yun. Tanpa sadar bahwa harta karun telah dilumuri racun, banyak tokoh dunia persilatan yang berebut harta karun akhirnya tewas mengenaskan.

4. Flying Fox of the Snowy Mountain
Setting Cerita (April 1780) :
Dinasti Qing (era Kaisar Qianlong)

Asal Harta Karun:
Raja Pemberontak Li Zicheng memimpin pasukannya berhasil merebut Beijing ibukota dinasti Ming, kemudian Li Zicheng mengangkat dirinya menjadi kaisar dinasti Shun dengan gelar Kaisar Yongchang. Sayang tak lama kemudian tentara Manchu berhasil menerobos masuk dan bergerak maju menuju Beijing.
Li Zicheng melarikan diri menuju Xi’an sambil membawa harta rampasan dari istana kaisar Beijing dan menyembunyikannya di suatu tempat rahasia. Peta harta disimpan dalam golok miliknya.

Plot: Cerita:
Para tokoh dunia persilatan bertarung satu sama lain di pegunungan Changbai di timur laut China untuk memperebutkan sebuah peti pusaka berisi golok milik Li Zicheng, raja pemberontak yang berhasil menggulingkan kekuasaan dinasti Ming. Diyakini golok tersebut memberikan petunjuk harta karun.

Para pencari harta ini akhirnya berkumpul di sebuah gedung milik si penjaga harta yang berjuluk Rase Terbang Pegunungan Salju.
Lewat narasi kilas balik, akhirnya terbongkar kisah dibalik perseteruan perebutan harta karun Li Zicheng ternyata berupa kisah pengkhianatan dan pembalasan dendam keturunan dari 4 pengawal Li Zicheng.

Julukan Pendekar Tiongkok

Bagi yang suka baca buku maupun nonton film cerita silat alias wuxia, tentunya familiar dengan nama-nama julukan para jagoan yang terdengar gagah dan keren.

Misalnya saja Shen Diao Xia (Pendekar Rajawali Sakti) Yang Guo, Xiao Li Fei Dao (Pisau Terbang Xiao Li) Li Xun Huan, Pendekar Kapak Sakti Naga Geni 212 Wiro Sableng, Pendekar Super Sakti Suma Han, dll.

Apakah di dunia nyata, para jago silat di masa lalu juga memiliki nama gagah dan mentereng seperti yang tertulis di cerita fiksi?

Beberapa orang memang memiliki nama gagah dan keren, tapi kebanyakan dari para jago silat ini memiliki nama julukan yang umum dan terkadang hanya sekadar panggilan agar tidak salah orang.


Di sini saya hanya membahas asal muasal julukan beberapa pendekar dari daratan China.

(more…)

Usia Pernikahan Aisyah dan Muhammad

Dari sekian banyak hal yang diserang oleh Islamophobic seabad terakhir, mungkin yang paling sering dibahas dan dijadikan ejekan adalah pernikahan Aisyah dan Nabi Muhammad SAW. Yang dituju Islamophobic adalah usia Aisyah yang terlalu muda untuk menikah, menurut standar mereka tentunya. Beberapa diantaranya malah menuduh Nabi Muhammad SAW sebagai sosok pedofilia.

Membahas masalah ini tentunya sangat panjang dan jika dijelaskan dengan mulut, bisa sampai berbusa-busa saking panjang lebarnya. Oleh karena itu saya di sini hanya ingin membahas beberapa aspek dan lebih mudah jika pembahasan dibagi menjadi beberapa sub-topik agar lebih fokus.

Selain membahas narasi Islam tradisional lewat hadits, saya juga ingin membandingkannya dengan penelitian kritik hadits dengan pendekatan modern science oleh Joshua Little untuk thesis penelitian kandidat PhD Oxford University.

Mari kita mulai.

(more…)

Usia Nabi Muhammad dan Khadijah

Tulisan Joshua Little, seorang kandidat PhD yang meneliti tentang kritik hadits-hadist istri Nabi Muhammad SAW yang bernama Aisyah binti Abu Bakar memberikan beberapa persepsi alternatif diantara narasi-narasi tradisional. Sebelum berangkat membahas usia Aisyah, terlebih dahulu dibahas tentang usia orang-orang Arab pada masa itu yaitu abad ke 6 dan 7 Masehi.

Sesuai dengan narasi tradisional, umur Nabi SAW pada saat menerima wahyu pertama kali di gua Hira adalah 40 tahun. Begitu juga ketika menikah, Nabi SAW berusia 25 tahun menikah dengan seorang penguasaha kaya raya bernama Khadijah yang berusia 40 tahun.

Pertanyaannya, bagaimana menentukan usia Nabi SAW dan Khadijah sedangkan pada saat itu penentuan tahun dan umur bukanlah suatu hal yang umum di masyarakat jazirah Arab.

Jawabnya adalah sama sekali tidak ada.

(more…)

TOKOH NYATA DALAM MANGA KENJI

Kenji adalah manga genre martial arts yang dibuat oleh Matsuda Ryuchi 松田 隆智 dengan gambar ilustrasi Fujiwara Yoshihide 藤原芳秀.

Yang sudah baca manga Kenji tentu mendapatkan kesan beberapa tokoh yang ditemui oleh Kenji dalam petualangannya benar-benar tokoh nyata bukan fiksi dan kesan anda tidak lah salah.

Sang penulis cerita Matsuda Ryuchi memang memasukkan beberapa bagian pengalaman pribadinya ketika bertualang ke Taiwan dan RRC belajar kungfu ke dalam kisah perjalanan Kenji, termasuk pengalamannya bertemu dengan beberapa tokoh ahli beladiri.

Karakter-karakter fiksi ahli beladiri dalam manga Kenji tersebut memang diberikan nama berbeda dengan tokoh asli yang dijadikan model, hanya saja ilustrasi yang digambar oleh Fujiwara Yoshihide sengaja dibuat mirip dengan tokoh nyata yang dijadikan model oleh Matsuda.

Siapa sajakah karakter fiksi dalam manga Kenji yang dibuat model berdasarkan tokoh nyata?

1. Takayama Shohachi (高山 双八).
Karakter Takayama-sensei ahli Karate Shotokan ini dibuat oleh Matsuda berdasarkan karateka terkenal bernama Kanazawa Hirokazu 金澤弘和 (1931-2019) pemegang Dan 10 Karate Shotokan.

2. Cho Jinchu alias Zhang Renzhong (張 仁忠)
Pemilik restoran Chinese food di Yokohama China Town ini dibuat berdasarkan sosok tetua masyarakat China di Jepang yang bernama Zhang Shizhong 張世忠.
Zhang Shizhong dikenal sebagai salah satu orang yang pertama kali memperkenalkan Bajiquan di Jepang, malah Zhang pernah menerbitkan buku tentang Bajiquan dalam bahasa Jepang. Zhang Shizhong adalah pemilik Toseien (東生園), salah satu restoran Chinese food terkenal di daerah Ginza Tokyo.

3. Liu Gekkyu alias Liu Yuexia (劉 月侠)
Ahli Bajiquan dan Baguazhang di Taipei ini dibuat berdasarkan ahli beladiri terkenal Liu Yunqiao 劉雲樵 (1909-1992).
Liu Yunqiao belajar Bajiquan pada Li Shuwen dan belajar Baguazhang aliran Yin pada Gong Baotian. Liu Yunqiao adalah orang yang mendirikan Wǔ Tán Guóshù Tuīguǎng Zhōngxīn di Taiwan. Matsuda Ryuchi pernah memperdalam Bajiquan dan Baguazhang dibawah bimbingan Liu Yuanqiao.

4. So Konron alias Su Kunlun (蘇 崑崙)
Ahli beladiri Tanglangquan (belalang sembah) dan Bajiquan yang ditugaskan oleh Liu Gekkyu untuk menemani dan mengajari Kenji ini dibuat berdasarkan ahli Tanglangquan dan Bajiquan asal Taiwan bernama Su Yuchang 蘇昱彰 (1940-2019).
Su Yuchang aslinya memang murid Liu Yunqiao di perguruan Wu Tan, sejak tahun 1963 Su giat belajar Bajiquan, Piguaquan dan Baguazhang pada Liu.
Su Yuchang adalah guru Matsuda Ryuchi ketika belajar kungfu di Taiwan. Untuk memperdalam pemahamannya dalam Bajiquan dan Baguazhang, Su Yuchang memperkenalkan Matsuda pada gurunya Liu Yunqiao.

5. Shu Yutoku alias Zhu Yongde (朱 勇徳)
Praktisi Bajiquan ini awalnya tak suka Kenji yang notabene orang Jepang belajar Bajiquan. Pada akhirnya Shu Yutoku melunak dan memperlihatkan jurus Bajiquan aliran yang berbeda pada Kenji yang menguasai bajiquan aliran Li Shuwen sebagai bahan pemahaman bagi Kenji.
Shu Yutoku ini dibuat berdasarkan Zhu Baode 朱宝徳, seorang praktisi Bajiquan aliran Tian.

6. Chin Shugo alias Chen Xiaohao (陳 小豪)
Ahli beladiri Taijiquan di kampung Chen Jiaogou ini dibuat berdasarkan ahli Taijiquan aliran Chen generasi ke-11 bernama Chen Xiaowang 陳小旺.
Chen Xiaowang adalah cucu dari ahli Taiji legendaris Chen Fake.
Matsuda sendiri pernah belajar dan berlatih Taijiquan aliran Chen dibawah bimbingan Chen Xiaowang.

7. Ryo Zuiho alias Lu Ruifa (呂 瑞法)
Imam mesjid yang mengajar Xinyi Liuhequan 心意六合拳 di pelataran mesjid ini dibuat berdasarkan Lu Ruifang 呂瑞芳, seorang master beladiri Xinyi Liuhequan terkemuka di propinsi Henan.
Lu Ruifang memang imam mesjid Luohe di propinsi Henan yang melatih anak-anak muda yang ingin belajar Xinyi Liuhequan setiap habis sholat ashar di halaman mesjid Luohe.

MENANG TANPA BERTARUNG


無手勝流

Mute Katsuryuu

Tsukahara Bokuden adalah ahli pedang ternama pada era Shogun Ashikaga. Bokuden muda suka berkelana melakukan ritual Musha Shugyou (berkelana mengasah kemampuan). Saking terkenalnya, banyak jago pedang yang penasaran dengan kehebatannya dan ingin menantangnya adu pedang.

Bokuden juga dikenal membenci praktek tameshigiri, praktek samurai yang suka membunuh orang sipil sembarangan hanya karena ingin menguji teknik atau ketajam pedang barunya. Kadang Bokuden yang sedang melakukan ritual Musha Shugyou sengaja lewat tempat atau persimpangan jalan yang sering digunakan para samurai yang melakukan praktek tameshigiri dan tsujiigiri (membunuh di persimpangan jalan), untuk mencegah mereka membunuh masyarakat sipil.

Pada suatu hari di tepi danau Biwa, Bokuden bertemu dengan seorang jago pedang yang dengan kata-kata kasar menantang Bokuden untuk bertarung. Dengan malas-malasan Bokuden berkali-kali menolak tantangan si jago pedang dan berkali-kali pula si jago pedang menyebutnya pengecut.

Si jago pedang bertanya ilmu pedang apa yang dikuasai Bokuden dan Bokuden dengan hambar menjawab Mute Katsuryuu 無手勝流 yang secara harfiah berarti menang tanpa menggerakkan tangan.

Si jago pedang tentunya tertawa mengejek dan menantang Bokuden membuktikan bahwa Bokuden bisa menang tanpa menggerakkan tangannya untuk menggunakan pedang.

Bokuden lalu mengajak si jago pedang untuk pergi ke sebuah pulau kecil di tengah danau Biwa supaya bisa leluasa bertarung tanpa mengganggu dan diganggu masyarakat umum. Bokuden akhirnya menyewa perahu dan mengayuh dayung menuju ke sebuah pulau kecil.

Ketika sampai di pulau kecil, Bokuden meminta si jago pedang turun dari perahu ke pulau terlebih dahulu. Ketika si jago pedang sudah turun dan menghunus pedangnya, tiba-tiba saja Bokuden mengayuh dayung menjauhkan perahu dari pulau dan meninggalkan si jago pedang terdampar sendirian di pulau kecil tersebut.

Bokuden mengatakan, “Inilah aliran pedangku Mute Katsuryuu, pedang bukanlah alat yang bisa digunakan secara sembarangan. Pikirkanlah hal ini baik-baik selama ada di sana.”

Catatan:
-Ketika syuting film Enter the Dragon, Bruce Lee yang sangat terkesan dengan kisah Tsukahara Bokuden ini meminta sutradara Robert Close memasukkan adegan yang sama ke dalam film. Dalam film, Bruce Lee menyebutnya sebagai The Art of Fighting without Fighting.

Rekonstruksi Tatanan Dunia Politik di Atas Panggung Wuxia

Disklaimer: Tulisan ini adalah murni opini pribadi berdasarkan isi novel Xiao Ao Jiang Hu dan catatan wawancara dengan Jin Yong tentang isi novel.

Dalam beberapa hari ke depan, rakyat Indonesia akan melaksanakan puncak dari ritual politik sekali dalam lima tahun. Penghelatan menuju puncak acara tentunya melewati beberapa aktivitas pemanasan dari kampanye hingga tawar menawar politik dagang sapi.

Tapi mungkin yang paling menarik perhatian adalah acara debat antara calon pemimpin yang saling beradu visi dan misi.

Coba bayangkan jika seandainya adu argumentasi di atas panggung debat diganti dengan adu jurus silat di arena pertarungan, tuduhan dan tundingan diganti tusukan pedang dan bacokan golok. Pesaingan antar politisi yang diganti dengan pertarungan pendekar a la dunia persilatan tentunya menarik sekali bukan?

Gambar diambil dari situs Baidu tentang wuyue jianpai

Jin Yong pernah menulis novel wuxia dengan tema politik dalam kerangka dunia persilatan, dimana perguruan silat menjadi perumpamaan partai politik dan para pendekar dalam dunia persilatan sebagai alegori politisi.

(more…)

Merayakan Natal Dengan Anti-Semit

Sebenarnya istilah anti-semit ini berakar dari orang-orang kulit putih Eropa, yang menunjukkan sifat rasis kulit putih eropa terhadap orang Yahudi.

Dan anda bisa menebak, kulit putih Eropa ini mayoritas beragama kristen. Jadi bisa dibayangkan mereka pernah merayakan hari Natal dengan aktivitas anti-semit, baik itu dengan cara melecehkan hingga melakukan teror dan membunuh orang Yahudi.

Perayaan Natal dengan aroma anti-semit ini berlangsung sejak abad pertengahan, mulai dari era kekaisaran Romawi hingga NAZI Jerman.

Ini ada beberapa contoh perayaan Natal anti-semit di Eropa.

1. Paus Paulus II tahun 1466 mengadakan pesta karnaval dengan hiburan nonton orang-orang Yahudi lari telanjang di jalanan utama. Orang-orang Yahudi ini katanya dipaksa makan banyak sampai mereka kesulitan menggerakkan kaki pas disuruh lari ditonton orang-orang kota Roma.

2. Abad 18 dan 18 Masehi, Rabbi Yahudi di ghetto kota Roma dipaksa memakai pakaian badut dan disuruh pawai sepanjang jalan utama, sambil ditonton, ditertawakan dan dilempari oleh warga Roma. Ketika komunitas Yahudi kota Roma mengirim surat pada Paus Gregorius XVI agar menghentikan rutinitas perayaan Natal dengan melecehkan orang Yahudi malah ditolak.

3. Pogrom di Warsawa Polandia 25 Desember 1881 hingga 27 Desember 1881. Silahkan cari sendiri infonya, ini sejarah umum koq.

4. 24-25 Desember 1940, perwira SS NAZI merayakan Natal di kamp Auschwitz dengan mendirikan pohon Natal besar yang bawahnya dihiasi mayat Yahudi yang tewas akibat kerja paksa.

5. 25 Desember 1941, masih di kamp Auschwitz, perwira SS NAZI yang protestan menyuruh para penghuni kamp Auschwitz berkumpul di luar pada pagi hari dalam cuaca sangat dingin untuk mendengarkan pesan Natal dari Paus Pius XII dalam bahasa Jerman. 40an orang Yahudi penghuni kamp konsentrasi tewas kedinginan.

Masih ada contoh-contoh lain yang menunjukkan sikap anti-semit kristen kulit putih di Eropa terhadap Yahudi.

Lalu tiba-tiba kaum kulit putih ini melupakan kebencian dan kekejian mereka terhadap Yahudi.

Sejak Zionisme modern diproklamirkan dan berdirinya negara lsraeI.

Dan sekarang mereka beramai-ramai menuduh “Free PaIestine” sebagai gerakan anti-semit, menuduh kata “Intifada” sebagai anti-semit.

Apakah mereka lupa bahwa mereka merayakan Natal dengan cara anti-semit, melecehkan Yahudi, malah membunuh mereka?

Masihkah kaum pro-genosida ini merayakan Natal dengan bersuka ria?

Sepertinya iya.

Tantura

Sudah cukup lama tidak menulis review film, kali ini saya menulis sebuah film dokumenter berjudul TANTURA, sebuah produksi independen Israel yang disutradarai oleh Alon Schwarz.
Saya sendiri nonton versi penuh di youtube karena sutradaranya mempersilahkan untuk disebarkan gratis.

Tantura berisi wawancara dengan para mantan tentara Israel brigade Alexandroni yang saat itu datang untuk membersihkan Tantura yang dialokasikan sebagai bagian dari Israel. Awalnya 40 orang warga bersenjata dianggap melawan dan ditembak mati, setelah itu warga Tantura menyerah dan dikumpulkan sebagai tawanan perang.

Pada saat inilah terjadi pembantaian penduduk sipil yang sudah menyerah dan tak bisa melakukan perlawanan. Ada sekitar 200 warga sipil Tantura tewas dibantai.

Pemerintah Israel sendiri menolak untuk mengkonfirmasi walau banyak saksi menyatakan pembantaian benar terjadi.
Ada yang menyatakan pembantaian terjadi karena brigade Alexandroni hanya menjalankan perintah atasan, ada juga yang bersaksi bahwa tentara hanya beraksi sendiri tanpa perintah.

Alon Schwarz awalnya punya ide untuk memproduksi film ini berdasarkan thesis Theodore Katz, mahasiswa calon PhD universitas Haifa, yang dibatalkan oleh pihak universitas secara kontroversial.

Jika Katz mengumpulkan testimoni penduduk Palestina desa Tantura yang selamat untuk thesis tulisannya, Alon Schwarz berinisiatif mengambil testimoni pelaku para veteran tentara Israel brigade Alexandroni sebagai counterpart dan pelengkap theisis Katz.

Jika anda pernah menonton dokumenter tentang pembantaian simpatisan PKI yang berjudul Jagal alias Act of Killing karya Joshua Oppenheimer, Tantura menampilkan gaya wawancara yang sama tapi saya ingatkan, Tantura terasa lebih mengerikan karena para saksi dan pelaku terlihat tidak punya empati terhadap para korban. Bahkan ada pelaku menceritakan pembantaian dan perkosaan yang dilakukan tentara Israel terhadap gadis-gadis palestina umur 16an tahun sambil tertawa gembira.
Di lain pihak ada juga veteran yang diwawancara menolak untuk menyatakan terjadi pembantaian di Tantura walau veteran lain menceritakannya dengan detail.

Menjijikan sekaligus takjub melihat betapa kemanusiaan bernilai nol di mata para pelaku.

Mungkin ini disebabkan oleh pewawancara dan tim produksi adalah orang Israel, sehingga tak terlihat adanya rasa enggan dan keraguan untuk mengekspesikan perasaan sesungguhnya, beda dengan film Jagal yang notabene dibuat oleh produksi Denmark sehingga terlihat adanya perasaan menyesal oleh pelaku di akhir film.

Anda pikir peristiwa penyerangan Hamas tanggal 7 Oktober 2023 mengerikan? Dibandingkan dengan apa yang terjadi di Tantura 23 Mei 1948 terlihat tidak ada apa-apanya walau korban maksimal hanya 200 orang.

Kita bisa melihat alasan Hamas menyerang yang bisa dikategorikan balas dendam akibat penindasan melewati batas serta pengambilan sandera untuk ditukar dengan tawanan.

Serangan pada pedesaan Tantura dan pembantaian serta perkosaan pada warga Tantura ini tak memiliki alasan jelas. Tentara Israel jelas tak memiliki dendam seperti warga Gaza yang mengalami penganiayaan secara berkelanjutan selama 20 tahun. Warga Tantura juga tak memiliki pasukan bersenjata lengkap sebagai pertahanan sebagimana warga Israel memilki IDF bersenjata lengkap dan canggih.

Ini asli pembantaian tanpa perlawanan berarti oleh warga sipil yang sudah menyerah.

Film ini cukup kontroversial di Israel dan mendapat banyak penolakan dari anak-anak veteran yang diwawancarai.
Banyak pihak yang meminta investigasi ulang, membongkar kuburan massal yang sekarang dijadikan lapangan parkir, tapi pemerintah Israel menolak untuk melakukannya.

Memahami Hamas

Disclaimer: Saya bukan pro-Hamas, malah cenderung tidak suka Hamas. Tapi saya tidak sampai tahap membenci Hamas.

Jika membahas tentang Hamas, saya teringat obrolan dengan Oni sewaktu dia masih tinggal di Depok dan saya sendiri masih bolak-balik Depok-Tangerang untuk bekerja.

Waktu itu kami membahas tentang generasi muda Afghanistan yang lahir dan tumbuh dewasa di tengah peperangan, dari perang melawan Uni Sovyet hingga perang sipil memperebutkan kekuasan sesama Afghan (sekarang dimenangkan oleh Taliban).
Apakah mereka paham arti damai karena yang mereka hadapi dari lahir hingga dewasa hanya perang, perang dan perang.

Inilah hal yang saya coba lihat pada penduduk Gaza pada khususnya dan warga Palestina pada umumnya.

Malah kondisi warga Palestina lebih parah karena mereka mendapatkan apa yang tak didapatkan warga Afghanistan yaitu teror, blokade, intimidasi dan penindasan berkelanjutan selama puluhan tahun.

Jalur Gaza direbut Israel pada tahun 1967 dan sejak saat itu menderita pendudukan militer Israel hingga tahun 1994 dan setelah Israel keluar pun Gaza masih tetap menderita karena blokade Israel hingga sekarang.

Bisa dibayangkan anak-anak yang lahir di Jalur Gaza setiap hari menderita ketakutan, kekurangan gizi, hidup tidak layak, tidak mendapat pendidikan yang memadai, masa depan suram dan tentu saja tak punya harapan.

Saya tak tahu apakah anak-anak ini pernah memiliki cita-cita menjadi insinyur, dokter atau ahli hukum

Anak-anak ini hidup di bawah tekanan setiap hari hingga dewasa, seperti apakah kesehatan mental mereka?

Ketika semua orang mengharapkan perdamaian, apakah mereka tahu nikmatnya damai sementara yang dihadapi mereka sehari-hari tak jauh dari ketakutan, penindasan, teror dan hujan bom.

Bisa dipahami mereka cenderung menjadi militan karena gaya hidup dan pola aktivitas sehari-hari tak jauh dari kekerasan, ditambah lagi harapan masa depan yang suram.

Diusia remaja, harapan untuk menempuh pendidikan tinggi mereka terlantar.
Ketika dewasa tak ada pekerjaan yang memadai.
Tak heran setelah dewasa kalau mereka dengan mudah bergabung dengan organisasi militan seperti Hamas jika dia Palestina Muslim.
Yang Palestina Kristen biasanya bergabung dengan PFLP, faksi sayap kiri-Kristen PLO yang sama militannya dengan Hamas.

Putus asa akibat tipisnya harapan hidup dicampur dengan kemarahan adalah bahan bakar mujarab untuk melakukan aksi kekerasan.

Dan itulah yang terjadi.
Lingkaran kekerasan berlangsung terus menerus di depan mata membentuk karakter manusia yang hanya mengenal kekerasan sebagai penyelesai masalah.

The root of violence is oppression.
Akar dari kekerasan adalah penindasan.
Itulah pendapat JVP (Jewish Voice for Peace) yang saya akui kebenarannya di Palestina saat ini.

Apakah saya mengutuk tindakan Hamas menyerang penduduk sipil Israel?
Ya! Tentu saja!

Apakah saya mengutuk Hamas sebagai subyek?
Hal ini jadi dilema buat saya pribadi karena saya justru merasakan tumbuhnya simpati.

Hamas dan organisasi militan Palestina lainnya adalah monster ciptaan Israel lewat pengkondisian.

Apa yang bisa diharapkan dari seorang manusia yang dari lahir hingga tumbuh dewasa hidupnya hanya diisi oleh kekerasan dan intimidasi?
Apalagi jika orang yang dicintai seperti orangtua, anak, suami istri, kakak adik, teman tewas dihujani tembakan dan bom.
Apa mereka bisa tumbuh dewasa menjadi pribadi yang lembut?

Mereka hanya tahu cara menyelesaikan masalah lewat teror dan intimidasi, sama seperti hidup yang mereka jalani sehari-hari.

Kondisi psikologis warga Gaza ini pernah dibahas oleh Dr. Gabor Mate, seorang dokter psikologi yang memiliki spesialisasi trauma anak-anak.

Anggota Hamas yang tumbuh di Jalur Gaza mungkin saja teroris, mereka menjadi teroris karena dikondisikan untuk menjadi teroris lewat perlakuan teror oleh Israel.
Itu sebabnya saya lebih suka menyebut Hamas sebagai teroris kecil, anda tentu tahu siapa teroris besarnya, siapa lagi kalau bukan pemerintah dan militer Israel.

Dan tentu saja Israel menyalahkan ciptaannya ketika Hamas melakukan kekerasan meniru apa yang dilakukan Israel pada penduduk Jalur Gaza.
Malah saya mulai berpikir, apakah penindasan yang dilakukan Israel pada warga Palestina karena mereka meniru Nazi?

Sama halnya dengan karakter yang dianggap monster dalam buku karya Marry Shelley.
Walaupun saya merasa tidak suka dengan tindakannya membunuh orang-orang yang dikasihi Dr. Frankenstein seperti tunangannya Elizabeth, tapi disaat yang sama ada rasa simpati tumbuh untuk si monster.

Dan di saat yang sama pula saya mulai membenci Dr. Frankenstein atas perbuatannya mencipta dan mengkondisikan si monster menjadi pribadi pendendam penuh kemarahan. Victor Frankenstein melakukannya demi ambisi pribadi, keegoisan untuk kepuasan dan kesenangan diri sendiri tanpa memikirkan apa yang dirasakan makhluk ciptaannya.
Dan kesalahan pamungkas Victor Frankenstein adalah menyalahkan si monster!

Para anggota Hamas yang lahir dan besar di Gaza bukanlah Osama bin Laden.
Osama bisa memilih masa depannya.
Dia bisa jadi insinyur, bisa jadi konglomerat, bisa jadi teroris, bisa jadi siapa saja karena dia lahir di Saudi dalam asuhan keluarga milyuner.
Tidak demikian dengan warga Palestina.

Kenikmatan yang tak dimiliki oleh warga Palestina sekarang: Memilih masa depan.

O iya, tak usah membawa omong kosong Israel dan pemerintah USA tentang Human Shields (perisai manusia) yang katanya dilakukan Hamas.

Pasca Operation Cast Lead alias Perang Gaza 2008-2009, Amnesty International sudah melakukan investigasi menyeluruh tentang dugaan penggunaan perisai manusia dalam perang Gaza.

Hasilnya, tak ada bukti Hamas melakukannya.

Jalur Gaza adalah pemukiman padat yang diblokade empat penjuru, tak ada tempat untuk keluar karena dikepung tembok dan tentara Israel. Mau pergi kemana anggota Hamas yang juga warga Gaza pergi? Mereka hanya bisa bertempur di dalam Gaza.
Itu sebabnya Amnesty International menemukan pelanggaran berupa Hamas meluncurkan roket Qasam di antara perumahan penduduk Gaza. Hanya itu, bukan membuat perisai manusia.

Malah yang mengejutkan, Amnesty International menemukan IDF (Israel Defense Force) justru melakukan aksi Human Shields dengan cara menjejerkan warga Palestina di depan tank dan panser IDF ketika mereka menyerbu Gaza.
Tapi yah, seperti biasa. Temuan ini hanya teronggok sebagai laporan, tak ada media barat yang berminat membuka dan menyuarakannya.
Munafik seperti biasa.

NB.
Saya menulis ini setelah mendengar kata-kata Noam Chomsky, “Whatever Israel does, it’s because you and I permit it to happen!”

Mungkin terdengar egois, tapi saya berharap setelah menulis ini, saya bisa tidur tanpa terbebani rasa bersalah.

Opini ini ditulis berdasarkan membaca tulisan dan mendengar wawancara Noam Chomsky, Norman Finkelstein, Gabor Mate dan Ilan Pappe. Keempat nama ini keturunan yahudi anti-Zionisme.