Rurouni Kenshin Live Action


Rurouni Kenshin Meiji Kenkaku Rōmantan aka RuRoKen atau dikenal juga sebagai Samurai X merupakan salah satu manga/anime berpengaruh bagiku. Bagaimana tidak? Gara-gara nonton serial animenya, aku jadi ngefans berat sama Judy and Mary dan L’Arc~en~Ciel. Terus terang saja, plot RuRoKen yang menarik bagiku hanya ada dua yaitu kisah Kenshin muda mendapatkan luka silang di pipinya dan story arch Juuppon Gatana dengan musuh utama Shishio. Ketika pertama kali melihat trailer RuRoKen live action ini, seketika saja aku tak terlampau menggebu-gebu untuk nonton secepatnya karena plot cerita film hanya mengambil penggalan awal dari permulaan cerita manga dan animenya dengan musuh utama Udo Jin’e. Menurut kabar, film ini direncanakan sebagai awal dari seri Rurouni Kenshin, entah sebagai film layar lebar bersequel atau sebagai serial TV.

Yang sudah membaca manga atau menonton serial anime RuRoKen tentu hapal dengan kisah awal Rurouni Kenshin. Himura Kenshin (Satoh Takeru) adalah seorang agen pembunuh legendaris kelompok Ishin-Shishi berjuluk Hitokiri Battosai pada akhir masa kekuasaan shogun Tokugawa. Ketika keshogunan Tokugawa runtuh dan perang dimenangkan pihak Meiji, Kenshin menghilang dari dunia ramai dan memilih untuk mengembara. 10 tahun berlalu dari masa perang, Kenshin singgah di ibu kota Tokyo dan bertemu dengan seorang gadis pemilik dojo bernama Kamiya Kaoru (Takei Emi). Pada saat yang sama, kota Tokyo diguncangkan dengan kemunculan pembunuh yang mengaku sebagai Hitokiri Battosai dan Kenshin mencoba menghentikan keganasan si Battosai palsu. Pada saat itu juga, Kenshin dan Kaoru harus berurusan dengan usahawan kaya raya yang memiliki bisnis opium si licik Takeda Kanryu (Kagawa Teruyuki) yang memperalat Megumi (Aoi Yu) untuk memproduksi opium.

Film ini berambisi sekali untuk meng-cover seluruh isi bagian awal manga/anime untuk menjadi sebuah film layar lebar yang berdurasi 134 menit. Hasilnya? Mau tidak mau banyak sekali tumpang tindih karakter karena banyaknya tokoh yang muncul sehingga tak memiliki waktu cukup untuk berkembang. Ujung-ujungnya banyak tokoh utama yang familiar bagi penggemar versi manga/anime yang hanya sekedar numpang lewat tanpa ada pendalaman karakter lebih lanjut. Tokoh utama yang cukup banyak mendapat kue jatah pengembangan karakter hanya Kenshin, Kaoru dan Megumi. Lalu anda tentu ingat dengan geng Kenshin di dojo milik Kaoru seperti Sanosuke dan Yahiko. Mereka memang muncul tapi tak terlalu memperoleh cukup waktu untuk berkembang, malah peran Sanosuke tak lebih dari sekedar side-kick Kenshin buat menghadapi keroyokan. Second character Saito Hajime masih mending, karena mendapatkan pengembangan karakter yang lumayan meski penampilannya di layar sangat terbatas.

Gara-gara tumpang tindih karakter tersebut, kadang alur cerita jadi agak terburu-buru. Di sisi lain, banyak adegan yang menurutku tak perlu ditampilkan untuk sebuah film layar lebar yang berdurasi pendek, malah dipaksakan ada karena ingin mengejar pelingkupan kisah manga/anime-nya. Ironisnya pengembangan karakter justru kedodoran ketika film berpanjang-panjang dalam adegan tak perlu. Jika film ini adalah pilot project serial TV, aku masih bisa memakluminya karena bakalan nonton sambungannya minggu depan. Masalahnya ini film layar lebar, jadinya malah berkesan bertele-tele bercerita sembari cuek dengan pengembangan karakter. Belum lagi ada beberapa adegan yang mungkin cocok jika ditampilkan dalam manga dan anime, tapi justru terlihat lebay kalau dilihat dalam format film live action.

Akting Satoh Takeru ternyata meleset dari dugaanku sebelum nonton. Satoh yang terbiasa main jadi tokoh lugu baik hati dalam film dan drama yang dibintanginya, kuprediksi bakalan cocok sebagai Kenshin tapi akan gagal menjadi Battosai. Kenyataannya justru berjalan sebaliknya. Akting Satoh terkesan kikuk ketika berpenampilan sebagai Kenshin yang lugu, juga kurang meyakinkan ketika menyajikan sosok Kenshin yang serius. Tapi Satoh justru bermain lebih baik ketika membawakan Battosai yang sadis dengan aura dingin tanpa emosi, asalkan dia jangan banyak ngomong, karena kalau Satoh berbicara justru keangkeran sosok Battosai malah berkurang. Takei Emi terlihat sangat manis sebagai Kaoru, sayangnya sisi temperamental Kaoru kurang digali sehingga karakter Kaoru yang tsundere itu tidak jelas terlihat. Yu Aoi terlalu anggun untuk menjadi seorang Megumi, lagipula kurang genit sebagai Megumi yang suka flirting sana sini. Seperti yang kutulis di atas, Aoki Munetaka sebagai Sanosuke hanya sekedar muncul di layar sebagai side-kick Kenshin, sedangkan si cilik Tanaka Taketo yang bermain sebagai Yahiko lebih mirip tokoh tempelan tanpa ada peran berarti.

Akting menarik justru ditampilkan Kagawa Teruyuki yang berperan sebagai Takeda Kanryu. Kagawa berhasil mentransformasikan sosok Takeda yang licik sekaligus rada psikopat dengan permainan solid dan berbau komedi. Mungkin ada yang tak suka dengan pembawaan Kagawa yang terkesan over acting, tapi menurutku itulah sosok Takeda Kanryu yang ada dalam manga. Gaya tengil Kagawa sukses membuatku sebal terhadap tokoh Takeda. Malah peran Kagawa sebagai Takeda mampu mencuri perhatian lebih dibanding main villain Udo Jin’e yang diperankan oleh Kikkawa Koji. Akting Kagawa dalam film ini membuatku teringat pada sosok Takenaka Naoto. Aktor senior Eguchi Yosuke tampil standar sebagai Saito Hajime. Selain durasi penampilannya tak banyak, Eguchi umumnya terlihat kurang intimidatif ketika berhadapan dengan rival utamanya Kenshin. Padahal saat opening scene terlihat Eguchi sangat meyakinkan sebagai lawan tangguh yang bisa mempersulit Kenshin.

Yang agak kusesali adalah kemunculan kelompok Oniwabanshu yang kurang lengkap karena tak ada sosok Shinomori Aoshi. Selain itu juga tak jelas apakah kelompok yang membantu Takeda itu adalah Oniwabanshu, walaupun versi manga dan anime memperlihatkan Oniwabanshu pimpinan Aoshi membantu Takeda bertarung melawan Kenshin (adegan senapan mesin). Yang ada malah tokoh lain yang muncul dalam story arch Jinchuu seperti Gein dan Banjin Inui. Gein lebih mirip karakter campuran antara Aoshi (bersenjata kodachi alias pedang pendek) dan Han’nya (muka rusak bertopeng).

Untuk adegan martial arts, adu pedang maupun adu jotos dalam film ini tak istimewa walaupun tidak jelek juga. Beberapa pertarungan yang menggunakan pedang justru terlihat seperti bergaya silat China. Tahu sendiri khan, permainan pedang China penuh jurus tipuan dan kembangan, berbeda dengan dengan seni beladiri pedang Jepang yang mengandalkan speed and power sehingga pertarungan cepat selesai. Untuk pertarungan puncak Kenshin vs Udo Jin’e, justru menjadi anti klimaks. Entah kenapa jatuhnya malah biasa saja, tak ada emosi untuk melihat Kenshin membantai Udo Jin’e. Bahkan ketika Kenshin bersiap mengeluarkan jurus andalannya Hiten Mitsurugi-Ryu, tak ada perasaan “wow” seperti halnya nonton serial animenya. Mungkin pertarungan yang terlihat keren adalah ketika Kenshin melawan gerombolan pengacau di Dojo milik Kaoru. Tarung tangan kosong Sanosuke Sagara? Cheesy banget kalau mau dibandingkan dengan The Raid-nya Iko Uwais.

Sinematografi dan tata artistik film ini biasa saja jika dibanding sesama film jidaigeki lainnya. Namun yang bikin aku kecewa adalah sound editing dan komposisi musik latar yang kurang menggigit. Ada beberapa adegan yang potensial untuk mengaduk emosi jika diiringi musical background yang tepat, tapi malah lewat dingin-dingin saja gara-gara sound yang tidak mendukung.

Kalau anda tanya apakah ada adegan favoritku? Ya, ada 3 adegan favoritku. Aku suka dengan opening scene film ini yang menyajikan setting pertempuran Toba-Fushimi. Dengan menampilkan Kenshin si Battosai bertarung dalam suasana pertempuran di hutan bersalju yang gelap dan dingin, sangat terasa kontras dengan suasana musim panas yang cerah ketika Kenshin si petualang bertemu dengan Kaoru. Yang kedua, aku juga suka dengan adegan Kenshin naik perahu menyusuri sungai, mengingatkan pada opening scene serial anime dengan lagu Sobakasu. Dan satu lagi, adegan kilas balik ketika untuk pertama kalinya Kenshin melihat Tomoe. Argh… Jika anda menonton OVA Trust and Betrayal, dijamin akan berharap agar adegan ini ditampilkan tersendiri dalam sebuah kisah film utuh.

So my verdict, kalau yang nonton adalah penggemar serial manga/anime, kemungkinan film ini akan memuaskan dahaga kerinduan atas petualangan sosok Kenshin. Karena bagaimanapun juga, aku merasakan aura kuat bahwa film ini memang diperuntukkan bagi para penggemar serial manga/anime RuRoKen. Tapi kalau anda buta soal RuRoKen dan pertama kali menonton film ini tanpa referensi manga/anime, kemungkinan besar akan merasa film ini membingungkan, lalu bosan dan mengantuk ketika menonton. Maklumlah, banyak tokoh dengan nama-nama aneh yang susah diingat lalu lalang di sepanjang film berinteraksi rada maksa dan serba kebetulan. Aku sendiri merasa terbelah untuk memuji atau mengkritik kelemahan film ini karena bagaimanapun juga RuRoKen adalah salah satu manga/anime kesukaanku. Jadinya aku sarankan, kalau mau nonton dan belum tahu RuRoKen sama sekali, mending baca manga atau nonton serial animenya dulu.
Untuk sementara, nilai rating di bawah diberikan tanpa menghitung aku sebagai penggemar RuRoKen melainkan sebagai penonton film awam.

Rating: 3.25/5

NB.
Awalnya aku agak segan nonton film ini di bioskop mengingat RuRoKen adalah film genre jidaigeki yang dialognya agak susah ditangkap telinga (baca tulisanku tentang bahasa jidaigeki). Tak tahunya kekhawatiranku tak beralasan karena dialog dalam filmnya cenderung memakai bahasa Jepang umum.

28 thoughts on “Rurouni Kenshin Live Action

  1. Pingback: Bahasa Jidaigeki | Toumei Ningen – Personal Blog

    1. @lambrtz
      Rambutnya di poster terlihat kuning yah? padahal di dalam film merah tuh, bukan merah menyala tapi merah rada kusam.

      Ada dua kemungkinan sih:
      a. 10 tahun mengembara, rambut Kenshin gak pernah diurus dan kena panas terus menerus. Tanpa pakai shampoo, jadinya bercabang dan berubah warna jadi kemerahan πŸ˜†
      b. Era Meiji setahuku sudah ada orang Jepang yang ngecat rambut walau kesannya kasar dan tidak terhormat.

  2. Nonton di bioskop, bang ando? senangnyaaaa…..
    walau bagaimanapun hasilnya film ini, sebagai fans ruroken saya akan tetap berusaha menonton film ini. Semoga bisa tayang di blitz (karena rasanya tak mungkin ada di twenty one). atau kalaupun tak muncul di bioskop indo, mudah-mudahan segera ada link donlotnya πŸ˜₯

    btw thanks udah nge-review. saya makin antisipasi diri buat nonton nanti :mrgreen:

  3. wow… referensinya… jadi makin penasaran >.< sayah juga pertama kali denger lagu Laruku ya dari anime ini, bang… jaman SMA taon 99/2000 πŸ™‚ dan memang kemunculan film ini menggugah banget. mengusik ketenangan jiwa, apalagi pas tau kalo film ini gak bakal tayang di bioskop-bioskop Indonesia. sekali lagi harus puas dari donlotan T___T

  4. wah, seperti biasa bang Ando ini bikin sirik aja krn bisa duluan nonton film2 Jepang yg pengen saya tonton, huhu. gak terlalu bagus ya keliatannya, tapi bagus deh, jadi bisa nurunin ekspektasi berhubung kemaren baca review yang nyebut film ini bagus banget πŸ˜€

  5. @eMina
    Iya lah nonton di bioskop, DVD-nya aja belum ada, apalagi donlot bajakan πŸ˜†
    Katanya sih mau diedarkan secara internasional. Kalau sampai beredar di USA, bakalan cepat tuh dapet donlotan bagus. ingat kasus Gantz khan?

    @Yoan
    Gak ada lagu Laruku di RuRoKen live action ini, gantinya lagu-nya One OK Rock yang dipakai buat ending, judulnya The Beginning.

    @purisuka
    Menurutku sih masih jauh dari sempurna. Tapi wajar lah, habis filmnya emang buat konsumsi umum, jadinya rada nge-pop.

    kemaren baca review yang nyebut film ini bagus banget

    Pasti yang bilang bagus banget itu fans berat RuRoKen 😈
    Makanya kutulis di atas “aku merasakan aura kuat bahwa film ini memang diperuntukkan bagi para penggemar serial manga/anime RuRoKen” πŸ˜†

  6. @Oktavia
    Wajar aja sih, soalnya pengen masukin semua cerita dan tokoh favorit dalam waktu mepet. Mendingan emang gak usah ngarep tinggi banget. Buktinya aku nonton tanpa ekspektasi tinggi dan suka-suka aja, walau sempat ngerasa bosen di tengah film. Untunglah ada cemilan popcorn sebagai alat pengusir kebosanan πŸ˜†

    @AdestaAyu
    Suka pak tua Kagawa yah? Di sini dia tengil banget, gaya-nya sok-sok an orang super kaya dan modern. pokoknya sukses bikin aku sebel. πŸ˜€

  7. Pingback: Rurouni Kenshin: Live Action | Hujan Cahaya Bulan

  8. “Kereen,…..”
    itu komentar saya waktu nonton film (Donlotan) RuRoKen ini, πŸ˜€

    setuju, film ini emang bener-bener dikhususin buat penggemar manga/animenya, soalnya, waktu saya semangat2nya muji film & minta temen buat nonton, komentar yg dia keluarin “biasa aja, berantemnya kok gitu y” 😐

    Adegan kilas balik waktu ketemu tomoe emang keren.. sempet penasaran, siapa nanti yang bakal jadi tomoe. o iya, denger2 sekuel film ini sedang dibuat ya?

    sepanjang film, pandangan saya ga teralihkan dari sosok kaoru, πŸ˜€
    hajime saito nya keren, feelnya dapet, cuma sama halnya dgn apa yg dibilang bang AnDo, Sanosuke nya itu, .. 😐
    and then.. mana si Aoshi?
    Afterall, film ini benar2 mengobati atas kerinduan saya dengan RuRoKen.

  9. Pingback: Tokyo Kazoku (Tokyo Family) « Toumei Ningen – The Reviews

  10. suka sih suka bgt ama ni Live Action ny,,tp….
    gw agak sdikit kcewa ama Kenshin,gra2 dy dkit bgt blng ‘oro’ ama ‘degozaru’ ny…
    pdhl klo d Anime ny Kenshin sring bgt blng ‘oro’….
    jd krng kliatan Kenshin ny….
    “oro degozaruuyo,oroorooo”

  11. Pingback: Rurouni Kenshin: Kyoto Taika Hen (Kyoto Inferno) | Toumei Ningen - The Reviews

  12. Pingback: Rurouni Kenshin Saishuushou: The Beginning | Toumei Ningen - The Reviews

Leave a comment