Kaguya-hime no Monogatari

Isao Takahata is back! Sutradara legendaris Studio Ghibli yang ini memang agak pelit membuat film anime jika dibandingkan rekannya sesama pendiri Studio Ghibli, Hayao Miyazaki. Sebagai sutradara, produktivitas Miyazaki telah menelurkan 9 film anime layar lebar untuk Studio Ghibli. Bandingkan dengan Takahata yang “hanya” menyutradarai 5 film hingga sekarang. Film terakhir Takahata yang berjudul My Neighbors The Yamadas dibuat 14 tahun yang lalu dan Takahata memulai proses pembuatan film Kaguya-hime sendiri sejak tahun 2005, yang berarti Takahata butuh 8 tahun untuk menyelesaikan Kaguya-hime. Waktu yang cukup panjang untuk membuat sebuah film animasi bukan? Akan tetapi Paku-san (panggilan akrab Takahata) merupakan sutradara yang perfeksionis seperti halnya Miya-san (panggilan akrab Miyazaki). Detail produksi, dari membuat story-board hingga proses editing akhir, semuanya dikerjakan melalui supervisi langsung oleh Paku-san. Karena itu, jangan kaget kalau misalnya mereka berdua sering kelelahan selesai menggarap satu proyek film anime, mengingat usia mereka yang sudah cukup lanjut (Paku-san 78 tahun, Miya-san 72 tahun). Oleh karena itu, aku benar-benar menantikan karya terakhir Paku-san yang satu ini, terlebih setelah melihat trailer Kaguya-hime yang menampilkan animasi unik yang belum pernah kulihat sebelumnya. Bagaimanakah hasilnya?

Bagi yang pernah membaca buku kumpulan legenda rakyat dunia, tentunya mengenal 2 cerita legenda paling terkenal dari Jepang yaitu putri bulan Kaguya-hime dan si bocah pemberani Momotaro. Kaguya-hime bercerita tentang seorang kakek tua pengerajin bambu yang dianggil Okina (Takeo Chii) menemukan bambu bersinar ketika sedang mencari bambu sebagaimana kerjaannya sehari-hari. Dari dalam bambu bersinar, Okina mendapatkan seorang putri sebesar telunjuk yang sedang tertidur. Menganggap putri tersebut sebagai anugerah yang maha kuasa, Okina membawanya pulang untuk ditunjukkan pada istrinya Ouna (Nobuko Miyamoto). Ketika Ouna menyentuh si putri mungil, tiba-tiba si putri berubah menjadi bayi montok. Tanpa anak hingga usia tua, Okina dan Ouna memutuskan untuk membesarkan si bayi bagaikan anak sendiri. Di lain hari, Okina menemukan butiran logam mulia dan kain sutera di dalam bambu yang dipotong. Berdasarkan penemuan tersebut, Okina dan Ouna semakin yakin kalau si bayi adalah titipan dewa yang harus mereka rawat.

Dalam waktu beberapa bulan saja, si bayi tumbuh dengan cepat menjadi balita dan dalam waktu satu tahun dia telah menjelma menjadi gadis remaja. Sang putri yang dipanggil anak-anak kampung dengan nama takenoko (rebung) mulai akrab bergaul dengan anak-anak sekitar yang dipimpin oleh remaja pria bernama Sutemaru (Kengo Kora). Okina berpendapat demi kebahagiaan sang putri, mereka harus pindah ke ibu kota. Di ibu kota, sang putri mendapatkan nama panggilan baru yaitu putri Kaguya (Aki Asakura). Kecantikan putri Kaguya dengan cepat menyebar kemana-mana sehingga banyak pria kaya dan bangsawan berbondong-bondong datang untuk melamarnya. Putri Kaguya menolak semua lamaran tersebut, sampai Kaisar Mikado mendengar kabar tentang putri Kaguya dan tertarik untuk melamarnya. Bagaimanakah nasib sang putri selanjutnya?

Walaupun kisah putri Kaguya adalah cerita legenda yang menampilkan beberapa keajaiban, Isao Takahata tidak meninggalkan gaya bercerita yang menjadi ciri khasnya yaitu humanisme dan realisme. Detail yang ditampilkan oleh Takahata di sini tidak terdapat dalam cerita legenda aslinya. Mungkin yang paling kental terasa adalah kegalauan putri Kaguya dalam menjalani hidupnya sebagai manusia. Mulai dari dibesarkan di kampung, terpaksa ikut pindah ke ibu kota bersama orang tuanya, dipaksa menjalani kehidupan sosial kalangan menengah ke atas, hingga akhirnya diteror untuk menikah. Putri Kaguya ditampilkan sebagai orang yang tercerabut dari akarnya, terutama kebebasan dari aturan-aturan kaku masyarakat kelas atas. Belum lagi jika melihat karakterisasi tokoh yang mengelilingi sosok putri Kaguya, penuh dengan interpretasi Takahata pribadi. Okina digambarkan seorang OKB (Orang Kaya Baru) yang menganggap kebahagiaan sang putri terletak pada tingginya strata kelas sosial kemasyarakatan, sehingga Okina berusaha untuk bertingkah laku layaknya orang ningrat. Sampai-sampai Okina membayar “guru kepribadian” untuk melatih putri Kaguya agar memiliki keterampilan layaknya seorang putri bangsawan. Lain lagi dengan Ouna yang digambarkan tak bisa melepaskan dirinya dari kehidupan lamanya di kampung, walaupun telah hidup kaya raya bergelimang harta. Menarik sekali melihat hubungan antara Okina dan putri Kaguya. Betapa tindakan Okina untuk membahagiakan putri angkatnya justru membuat putri Kaguya depresi, sebaliknya putri Kaguya bersedia menuruti permintaan ayah angkatnya agar Okina bahagia walaupun itu berarti membuat putri Kaguya bersedih. Tokoh Sutemaru adalah tokoh original yang diciptakan oleh Takahata demi memberikan perbandingan antara orang-orang akar rumput dengan kalangan borjuis di ibu kota. O iya, walaupun film ini dipenuhi banyak tokoh-tokoh serius, tokoh pelayan kecil yang melayani putri Kaguya lumayan mencuri perhatian dengan tingkah dan “raut wajah” yang lucu.

Yang paling menarik perhatianku adalah animasi film ini yang terlihat artistik. Ketika pertama kali melihat gambar landscape dalam film ini, aku langsung merasa pernah melihat gambar model landscape tersebut di tempat lain. Di pertengahan film barulah aku sadar kalau gambar landscape tersebut mirip dengan lukisan-lukisan dinding Jepang jaman Edo, seperti yang pernah kulihat di dalam Istana Nijo Kyoto. Warna memudar dan garis batas lukisan-lukisan tersebut kabur dan terlihat blur gara-gara dimakan jaman, sehingga terlihat berbeda dibandingkan lukisan biasa. Selain itu, dalam beberapa scene terlihat animasi unik yang menurut Toshio Suzuki, merupakan bentuk atribut bagi film-film lama Takahata sebelum membentuk Ghibli. Wajah para karakter pendukung kebanyakan dibuat karikatural walaupun beberapa karakter utama seperti Kaguya dan Sutemaru dibuat dalam proporsi manusia normal. Entah apa maksudnya, tapi adegan penjemputan Kaguya oleh para penduduk bulan terlihat unik. Kenapa? Karena yang ditampilkan sebagai penduduk bulan merupakan karakter non-Jepang seperti misalnya Buddha dan tokoh yang berpakaian dari cerita legenda China. Sepertinya Takahata ingin merepresentasikan penduduk bulan sebagai warga asing non-Jepang, walau tidak se-ekstrim Kon Ichikawa yang menampilkan pesawat UFO menjemput Kaguya. Kabarnya film ini menyedot banyak animator kelas atas Studio Ghibli, sampai-sampai Miyazaki sempat kesal karena mengakibatkan film Kaze Tachinu garapannya kekurangan animator handal.

Animasi dengan warna pudar dan garis batas blur yang unik

Suasana film terbagi menjadi dua: ceria dan menyenangkan diawal hingga pertengahan, suram dan kelam sejak putri Kaguya sekeluarga pindah ke ibu kota. Habis nonton, istriku berkata kalau Takahata cenderung membuat film berakhir dengan suasana depresi. Tampaknya trauma jaman dulu setelah nonton Grave of the Fireflies belum hilang dari pikirannya, hehehehe. Tapi apa yang diutarakannya memang kadang beralasan. Walau aku sudah tahu ending cerita putri Kaguya akan berakhir sedih, tetap saja aku merasakan suasana pilu. Ditambah lagi lagu Inochi no Kioku yang disuarakan oleh Kazumi Nikaido di akhir film semakin membuat emosi penonton naik turun. Mungkin ini yang dikatakan depresi oleh istriku. Soalnya 2 hari kemudian, ketika aku mendengar lagu Inochi no Kioku di youtube, aku langsung teringat nasib malang si putri bulan dan tiba-tiba merasa ikut-ikutan mellow.

Untuk pertama kalinya Joe Hisaishi menggarap musik untuk film karya Takahata. Hisaishi adalah langganan penata musik untuk film-film Hayao Miyazaki tapi baru kali ini dia bekerja untuk film buatan Isao Takahata. Hisaishi menyajikan musik-musik tradisional Jepang untuk menghiasi Kaguya-hime no Monogatari. Sebuah pilihan logis mengingat film ini dibuat berdasarkan cerita legenda rakyat Jepang.

So my verdict, dengan animasi unik dan gaya humanis realis a la Isao Takahata, Kaguya-hime no Monogatari boleh dibilang sebuah film animasi yang tak boleh dilewatkan oleh para pecinta film-film Studio Ghibli. Takahata memasukkan cara pandang modern dalam menceritakan legenda putri Kaguya, lengkap dengan cerita anti kemapanan, pertentangan borjuis-proletar, hingga emansipasi. Unfortunately, this movie definitely not for kids. Bagi anak-anak, mungkin hanya ada 2 kesan setelah nonton yaitu membingungkan atau malah membosankan. Tapi bagi anda yang suka film yang bisa jadi bahan diskusi menarik setelah nonton, film ini saya rekomendasikan untuk anda.

Rating: 4.25/5

6 thoughts on “Kaguya-hime no Monogatari

  1. Isao Takahata is back!! Yeeey!! Saya pribadi lebih suka karya Isao ketimbang Hayao Miyazaki. Semoga aja karyanya yg ini sama bagusnya dengan karya2nya yang terdahulu

    1. @Ladila
      Saya suka keduanya sih :mrgreen:
      Gaya penyutradaraan Takahata belum berubah koq, malah kali ini dia masukin gaya animasi baru yang rada unik (jadi ingat gaya animasi Yamadas yang juga unik pada masanya)

  2. Thank you for your review!
    かぐや姫の物語のレビューを書いてくださりありがとうございます。
    ジブリでも一番好きになった映画でもう3回も見ました。
    最後は悲しいですがとてもすばらしい作品だと思います。

  3. P.S.
    Would you mind adding this 6 minutes trailer of “The Tale of Princess Kaguya”?

    I think this video is worth a thousand words to tell the beauty of this film.
    Every time I watch it I cannot help but being moved to tears.
    Thanks 🙂

Leave a comment