Storm at the peak of Mount Fuji

Barusan turun dari gunung Fuji, capek dan bingung mau nulis apa. Ya udah ini dibikin postingan ngelantur tentang pendakian untuk kali kedua ke Fujisan (gunung Fuji dalam bahasa Jepang) pada 18 dan 19 Juli 2009.

Pertama kali aku melakukan Fujitozan (mendaki Fuji) sekitar tahun 2005, kondisi puncak gunung Fuji saat itu dalam keadaan berawan. Awan yang terlihat mirip kabut yang meliputi puncak gunung mengakibatkan pandangan mata tak bisa melihat apapun lebih dari jarak 5 meter, sehingga gagallah maksud hati yang ingin melihat matahari terbit dari puncak gunung yang banyak diincar para pendaki gunung Fuji itu.

Gunung Fuji dilihat dari Gogome (dalam keadaan cerah)
Gunung Fuji dilihat dari Gogome (dalam keadaan cerah) yang diambil dari pendakian sebelumnya.

Tahun ini pada kesempatan kedua sudah dipersiapkan dengan baik. Setelah meyakinkan diri lewat ramalan cuaca kalau hari sabtu/minggu (rencana pendakian) adalah Kumori tokidoki hare (berawan terkadang cerah), dengan harapan cerah lebih banyak muncul dibanding berawan, kami berempat berangkat dan memulai pendakian lewat jalur Fujinomiya (Ada 4 jalur pendakian yaitu jalur Yoshida, Fujinomiya, Subashiri, dan Gotenba), yaitu melalui pintu Gogome. Aku dan mas Iwan untuk kedua kalinya mendaki Fuji, Dauz untuk yang keempat kalinya, sedangkan untuk AAS pendakian ini adalah untuk pertama kali.

Hingga stasiun pendakian ke 9 (Kyugome) tak terlalu banyak hal menarik yang bisa diceritakan. Tapi setelah itu hujan badai yang tak disangka-sangka datang. Diawali dengan angin yang bertiup lebih kencang dari biasanya, lalu hujan lebat mulai mengguyur lereng gunung. Banyak rekan pendaki yang mengurungkan niatnya setelah mendapati situasi pendakian yang kurang menyenangkan tersebut, termasuk seorang teman yang masuk angin dan memutuskan berhenti mendaki dan menanti badai reda sebelum kembali turun. Sisanya kami bertiga tetap penasaran dan terus naik menuju puncak sambil berharap badai reda dan matahari terbit bisa dinikmati sesuai harapan.

Ditengah badai di puncak Fujisan (depan Jinja)
Ditengah badai di puncak Fujisan (depan Jinja)

Rasa penasaran itu terbayar dengan menyakitkan. Tiba di puncak gunung, bukannya pemandangan matahari terbit yang didapatkan. Badai justru semakin dahsyat hingga beberapa kali aku hampir terjungkal tertiup angin kencang. Mau foto-foto di atas gunung Fuji? yang ada kamera jadi basah dan foto-fotonya malah gak jelas gara-gara tersamar hujan deras. Karena situasi semakin tidak menguntungkan, kamipun berlindung didalam sebuah jinja (kuil shinto), menanti badai berkurang sambil berunding untuk tetap menunggu walaupun menginap (kemungkinan besar bakalan diusir oleh si pendeta shinto, hehehe….) atau nekad pulang turun sambil melawan badai.

Dalam pejalanan pulang turun gunung. Badai masih belum reda.
Dalam pejalanan pulang turun gunung. Badai masih belum reda. Hujan masih deras dan angin masih bertiup kencang.

Akhirnya setelah menunggu 5 jam dan badai masih belum mereda, diputuskan secara bulat untuk nekad pulang. Slowly but sure, kami pelan-pelan turun menjejak bebatuan gunung yang licin tertimpa hujan deras, sambil berpegangan satu sama lain sambil menatap ngeri jurang curam di kanan kiri. Yang paling menakutkan justru kencangnya tiupan angin yang sering kali membuat keseimbangan tubuh goyah menuju tepi jurang. Hingga Hachigome (stasiun pendakian yang ke 8), badai masih belum reda dan kami tetap terus turun menuju Nanagome (stasiun pendakian ke 7). Alhamdulillah, di Nanagome hujan mulai berhenti walaupun angin masih bertiup kencang. Beberapa pendaki yang baru mau naik menuju Hachigome bertanya tentang kondisi puncak kepada kami dan kami jawab apa adanya.

Akhirnya kami bertiga pulang kembali hingga Gogome dengan selamat serta bertemu dengan rekan kami yang telah turun terlebih dahulu. Apakah aku masih penasaran naik lagi dan ingin melihat matahari terbit dari puncak gunung Fuji? Lihat saja nanti.

NB. Lagu diatas memang tidak nyambung, hanya saja penulis termasuk penggemar Paul Gilbert dan kebetulan lagu yang dibawakan ada hubungannya dengan gunung Fuji :mrgreen: Istri Paul yang orang Jepang bernama Emi Gilbert terlihat memainkan keyboard dibelakang.

Another NB.
Barusan nemu berita ini walau beda lokasi tetapi pada waktu bersamaan dengan pendakian kami. Aku sungguh bersyukur masih hidup dan bernafas serta bisa pulang dari mendaki dengan selamat.

17 thoughts on “Storm at the peak of Mount Fuji

  1. Hoo…sudah sampai titik tertinggi Jepang yah…saya juga sudah mengunjungi titik tertinggi Singapore. Cuman 163 m dpl :mrgreen:
    ———————–
    @lambrtz
    Sudah untuk kedua kalinya :mrgreen:

    Sayangnya kali ini mendaki sambil ketakutan. Aku bersyukur masih bisa pulang dengan bernafas, meski kaki keseleo dan lutut memar akibat terbentur batu gunung. Kalau tidak, blog ini tinggal kenangan.

  2. tulisan ini dan foto-fotonya semakin membuat saya iri dan mupeng pengen ke jepang..
    insya Alloh taon depan memang saya diminta kuliah lagi sama ortu, tapi kyknya ga bakalan bisa ke luar negeri..nyari yang murah2 aja kayaknya…kecuali ada beasiswa kuliah gratis..tapi apa bisa ya dari D3 ????

    ah..*menerawang sedih*

    seandainya saya yang juga ada difoto itu..
    klo gini cari seseorang yang bisa ngajak sy keluar negeri aja ah, ke jepang terutama, wak wak wak.. :mrgreen:

    *disumpel buku2 pernikahan*
    ————————–
    @emina
    Temen saya yang ada didalam foto nyari calon istri yang bersedia honeymoon bersama di puncak gunung Fuji ditemani hujan badai, kalau perlu sampai mati beku katanya. hehehe 😆

  3. BTW bang yusah itu yang mana sih? Sayah cuman bisa nebak orang yang pake ***** **** itu 😛
    ——————-
    @lambrtz
    Berhati-hatilah, pandangan mata bisa menipu. Apalagi foto hasil upload di internet yg kemungkinan besar hasil edit-an. Konfirmasi dulu sama Roy Suryo 😆

    NB. Aku dibilang narsis, nggak juga. Dibilang tertutup dgn identitas anonim, nggak juga. Punya fesbuk jg lebih krn kepengen ketemu teman2 di kampung lwt jaringan maya (berhubung jarak jauh), bukan krn pengen cari teman baru.
    Silahkan menebak krn aku jg gak terlalu pusing mikirin “my secret identity”. Toh aku bukan Superman, Spiderman, dkk.
    Cuma manusia transparan 😛
    僕は透明人間さ。。。。

  4. wuah… saya entah udah berapa tahun yg lalu terakhir kali naik gunung 😀
    waktu SMA dulu cuma sempat menjejak titik tertinggi di Jateng aja ^^. waktu temen2 menjelajah Semeru, saya malah ikutan study tour ke Bali 😛
    sekarang kalo diajakin naik lagi ini fisik udah ngga kuat kayanya, ga pernah olahraga 😛

    btw, kalo naik Fuji emang enaknya pas musim panas ya, sayang ga jadi muncak ya itu ^^’
    ntar tanggal 17 Agustus naik lagi aja bang, kibarkan bendera merah putih 😀 hehe…
    ————————–
    @Arm
    Jadwal mendaki Fuji sudah ditetapkan setiap tahun. Mulai tanggal 1 Juli hingga 27 Agustus (memang pas pertengahan musim panas). Walaupun sekarang musim panas, yang namanya cuaca berubah gak menentu, kayak pengalaman mendakiku skrg. Ramalan cuaca sama sekali nggak bilang bakalan badai, nyatanya badai.
    Tgl 17 agustus? Tahun ini cukup lah, nggak tau yah tahun2 kedepannya. Yang pasti udah kapok mendaki gunung disaat hujan badai, tak sudi lagi………

    sayang ga jadi muncak ya itu

    Sampai dipuncak Fuji koq! :mrgreen:
    Hanya saja nggak bisa pergi ke kawah gunung Fuji krn terlampau bahaya, pandangan gak bisa liat lebih dari 5 meter gara2 badai. Pas turun gunung aja berapa kali hampir terjungkal ditiup angin kencang plus jalanan licin.

  5. –mas ando, lambtz–
    eh iya ya, mas ando yang mana ya..hayo ngakuuuu..hayoooo…
    katanya dulu ndak ada fesbuk rupanya skrg udah pnya ya

    saya pernah naik gunung juga sekali, gunung galunggung..hehe..tapi malah kayak piknik
    ——————————-
    @Kayas
    hayo tebak…. hayoooo…..
    pesbuk? itu karena dipengaruhi oleh pihak-pihak tertentu yang saling mempengaruhi satu sama lain … bla… bla… bla… 👿

    oya? saya dulu hampir tiap hari minggu ke Matahari 😆

  6. fujisan keren. sayang ando kun cuma ngasih foto atu biji…:)
    alhamdulillah turun dengan selamat…
    ——————————-
    @maryamingty
    iya tuh, nggak nyangka mendaki bakalan badai.

  7. Wah,Fujisannya cantik ya. Sayang ga ada pemandangan dari puncak Fujinya :mrgreen:

    Tapi, alhamdulillah ya bisa selamat di tengah badai gitu. Ditunggu pendakian berikutnya 😀

    *nunggu foto dari puncak Fujisan*
    ————————
    @potato
    kalau mau liat foto dari puncak Fujisan bisa aja cari di Google. Banyak koq pendaki beruntung yg ngambil foto di puncak pas lagi cuaca cerah.

  8. Waaww.. hebat.. br tau klo mister ando ini tinggal di jepang sono.. (mode ngiri : ON)

    nekad amat turun pas badai yak.. awas jgn sampe masuk teve jd org ilang, hehehe..

    cuma nebak, mr. ando yang paling kiri (di photo yg terakhir) kan yak?? klo bener jangan boong ye… 😀

    foto2nya kurang banyak.. just imho.. kasi pandangan lbh banyak dunk bwt kita2 yg belom ditakdirkan kesana.. :p
    ——————–
    @fikri
    menurutku tinggal di jepang bukanlah sesuatu yg hebat. Kalaupun ada kelebihannya, mungkin interaksi sosial budaya sama orang asing bikin pikiran dan pandangan kita lbh terbuka.
    soal orang hilang krn mendaki, bisa diliat link yg kukasih diatas. walaupun kejadiannya di Hokkaido, tp kondisi cuaca buruknya sama.
    Ahhh… soal foto saya jd malu. foto itu semua pake kamera teman, bukan hasil jepretan sendiri :mrgreen:
    Kalau soal pandangan2ku ttg jepang, aku tulis di blog yg satunya lagi. Yang ini lebih ke tulisan review.

  9. –ando kun–
    jadi kenapa saya ga di add d fesbuk itu? 😦
    ————————-
    @Kayas
    Ada sebab2 tertentu yg menyebabkan aku males pesbuk-an. Kalaupun aku akhirnya bikin, itu lbh krn nyari kabar teman2 jaman SD, SMP dan SMU di Belitung.

  10. menurutku tinggal di jepang bukanlah sesuatu yg hebat.

    This.

    Ga tahu yah bener apa ga, tapi barangkali beberapa anime mania punya pandangan seperti itu lo bos. Dan buat banyak orang Indonesia pergi ke LN itu sesuatu yang hebat, mengingat biayanya ga sedikit dalam rupiah.

    Aku dulu juga “mendewakan Jepang”, berpikir bahwa kenikmatan absolut itu adalah hidup sebagai remaja di Jepang. Dulu awalnya aja ngejar cuman kuliah di Jepang. Which was really really dumb. Eh akhirnya nyasar ke Pulau Ujong ini. Entar moga-moga bisa kabur ke tempatnya MacLeod hehehe. Aku jadi agak khawatir ke Jepang setelah kasus Debito Arodou itu, entah dia orang yang reliable atau ga.

    (sori OOT 😛 )
    ————————–
    @lambrtz
    Terus terang aja komentar mas lambrtz mengusik pikiranku secara pribadi. Memang benar penyebaran budaya Jepang modern sangat dipengaruhi oleh perkembangan anime dan manga yang sangat pesat. Kalau sampai terjadi munculnya pemikiran “kenikmatan absolut itu adalah hidup sebagai remaja di Jepang”, apa mau dikata. nggak bakalan cukup tulisan postingan untuk membahasnya, apalagi cuma komentar ringan. Tapi sebagai mana banyaknya kejadian didunia yang fana ini, kenyataan dan khayalan adalah dunia yang sama sekali berbeda, dan kita harus membuka mata hati kita lebar2 untuk menerima perbedaan itu.
    Dunia hanya indah kalau kita menempatkan pandangan kita dari sisi yang indah. It depends to our own point of view.

    Mengenai kasus Debito Arudou, aku hanya bisa bilang dinegara manapun juga, yang namanya penduduk lokal anti-foreigner selalu ada. Toh, aku jg pernah bertemu orang picik seperti itu baik di Jepang maupun Indonesia sendiri, terlepas dari tingkat pendidikan mereka. Di lab sebelah aku ketemu seorang post-doc jepun yang sinis terhadap orang asing.
    Kebanyakan orang Jepang (NB: bukan anak mudanya) punya pikiran kalau mereka tidak mencuri, mereka percaya orang lain juga tidak akan melakukan hal yang sama. Karena itu, jika sekali saja kepercayaan mereka terusik oleh pihak luar (dalam hal ini: Gaijin), mereka cenderung menyamaratakannya.
    Nonton Shinjuku Incident-nya Jackie Chan deh, lbh gampang dipahami (promosi nih) :mrgreen:

    Hohohoho… Gw lbh milih eropa daratan dari pada pulau yg memisah. Lagian takut dipancung sama immortal disana. 😆
    Peace Bro, please don’t take my head for the price. I’m no immortal.
    “There Can Be Only One”

  11. Mengerikan.

    Btw, saya kepikiran soal blogger yg mati mendadak. Misalnya aja Ando-san gak selamat, adakah yg akan memberitahu blogger lain kalo pemiliknya sudah gak ada?

    Atawa, arwahnya gentayangan sebentar buat mostingin berita kepergiannya. Kayak di pilem2 😛
    *kumat pikiran anehnya*
    ———————————
    @Snowie
    wah……. kalau sampai kejadian kayaknya gak bakalan ada yang bisa ngasih tau. anggap aja aku pamit tanpa khabar dipanggil oleh sang maharaja manusia.

    wuih, kayaknya aku lbh suka masuk surga (ngarep) tanpa nangkring dulu buat nge-blog. Kalau inget film serial Supernatural, katanya arwah penasaran disebabkan adanya urusan yang belum selesai. Kalau urusan nge-blog, gimana tuh???
    *ikutan kumat ngaconya*

  12. 😆 😆
    Pan biasanya kalo blogger2 mau cabut, mereka pada bikin pengumuman. :mrgreen:

    Kalopun gak bkn pengumuman, biasanya para pengunjung hanya akan menyangka sang tuan rumah sdg sibuk apaaa gt di dunia nyata.

    Lagian, Saya pikir dikit bgt atau mungkin gak ada yg berani atau mau mikir kalo sang pemilik udah innalillah… :mrgreen:

    What proverb says “no news is good news”. 😛
    ——————————-
    @Snowie
    Mgkn sungkan mikirin si punya blog udah mendapat panggilan kali. :mrgreen:

    For my proverb: A news is still a news, it could be good or bad depend to your point of view.

  13. Ah, ya, saya baca liputan ini waktu ke blogspot kemaren. Tapi buru2 cabut karena panik lagunya. 😆
    Orang2 disini dah pada naik ke titik tertinggi di pulau masing2 ya? 🙄 Duh, kalo saya juga mesti naik ke titik tertinggi di Papua, pasti langsung Missing in Action dan gentayangan mode: ON. Saya ngaku kalah saja deh. 😆

    1. Lha, ibukota Propinsi tempat saya tinggal sekarang ini di pesisir pantai lho. Kurang rendah? :mrgreen:
      ————————–
      @jensen
      maksudnya daratan dengan dataran rendah yang titik tertingginya tidak mencapai dataran yang disebut gunung. :mrgreen:

Leave a comment