Judul asli: Meitantei Konan, Beika Sutorito no Borei
Produksi: 2002
Genre: Anime misteri
“Air cucuran atap, jatuhnya ke pelimbahan juga”
Begitulah peribahasa melayu menggambarkan hubungan anak dengan orangtua-nya. Baik orangtua-nya, baik pula anaknya, buruk orangtua-nya demikian pula buruk anaknya. Tentunya baik buruk yang dimaksud disini adalah sifat dan perilaku yang tak lepas dari didikan orang tua dan kondisi lingkungan yang disediakan orang tua bagi anaknya. Tema inilah yang coba diangkat oleh film Detective Conan 6: The Phantom of Baker Street (DC6), yaitu peran anak-anak dimasa depan tak lepas dari sikap orang tuanya dalam membesarkan mereka. Selain itu juga film ini mengkritik sistem pendidikan Jepang yang terlalu menitik beratkan kebersamaan.
Memang film layar lebar DC yang satu ini jauh lebih serius dan dibuat lebih gelap dibandingkan film layar lebar DC yang lain. Terlebih lagi cerita DC6 ini merupakan film DC satu-satunya yang ditulis oleh Hisashi Nozawa, seorang penulis novel misteri terkenal yang telah banyak mendapat berbagai macam penghargaan.
Sinopsis
Lima puluh anak terpilih untuk memainkan sebuah “virtual reality game” generasi mutakhir bernama “Cocoon” yang dapat membawa para pemainnya berinteraksi secara langsung dengan dunia game bagaikan di alam nyata. Ke-lima puluh anak yang terpilih adalah anak-anak dari orang-orang yang paling berpengaruh seantero negeri (dalam hal ini Jepang).
Sebelum permainan dimulai, seorang petinggi perusahaan pembuat game Cocoon bernama Kashimura ditemukan tewas terbunuh. Conan menemukan sebuah petunjuk mengenai sang pembunuh yang berhubungan dengan game Cocoon sehingga memutuskan untuk mengikuti permainan.
Ketika permainan baru saja berlangsung, sebuah program AI (artificial intelligent) yang bernama Noah Ark menyatakan kalau dia telah menguasai dan telah menutup segala akses keluar masuk game. Noah Ark mengungkapkan tujuan utamanya mengambil alih kendali permainan ini adalah untuk me-reset generasi muda yang telah tercemar.
Permainan anak-anak tiba-tiba berubah menjadi permainan maut karena Noah Ark mengubah peraturan pertandingan dimana jika permainan gagal (game over) maka ke-50 pemain juga akan ikut tewas. Dapatkah Conan dan teman-temannya menyelesaikan permainan hidup-mati ini?
Isu pendidikan di Jepang
Pernahkah anda mencermati manga dan anime produksi Jepang yang mewabah keseluruh dunia. Lihatlah bagaimana Voltus V, Saint Seiya, hingga Naruto bertarung melawan musuh-musuhnya bersama teman-teman mereka. Belum lagi pengaruh Super Sentai (Power Ranger dalam adaptasi Amerika) yang mem-plot lima orang jagoan dengan seragam warna-warni. Memang sebagian besar tokoh-tokoh manga dan anime seakan-akan mewakili semangat gotong royong anak muda Jepang untuk mencapai satu tujuan (kalau Bung Karno masih hidup, tentu akan senang sekali mengambil contoh anime seperti ini).
Mengenai sistem pendidikan Jepang yang disinggung didalam film ini sebenarnya bukanlah sistem yang buruk, jika kita bandingan dengan sistem pendidikan di Indonesia sendiri. Sekolah-sekolah tingkat dasar (SD sampai SMU) di Jepang mengutamakan kebersamaan dan penyama rataan pendidikan, dalam artian tidak ada kelas khusus bagi anak jenius dan berbakat dibidang tertentu. Mungkin karena sebab itu tim olimpiade fisika dan matematika Jepang akan sulit menandingi tim wakil dari Indonesia yang disiapkan dengan kelas khusus.
Mengenai isu tekanan pendidikan yang berlebihan bagi para siswa yang menyebabkan naiknya angka bunuh diri pelajar, pemerintah Jepang telah berusaha mengatasi hal ini dengan sistem pendidikan baru. Pendidikan anak-anak SD lebih ditekankan pada sosialisasi masyarakat, tidak ada PR (pekerjaaan rumah) yang berlebihan dan lebih banyak unsur bermain sambil belajar. Barulah tekanan semakin berat setelah masa SMP hingga SMU. Baik buruknya sistem pendidikan seperti ini tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan, dan anda sendiri tentu memiliki pendapat tersendiri.
Isu Re-set satu generasi
Anak presiden bertindak seperti presiden, anak jenderal bergaya layaknya jenderal, anak menteri petantang petenteng bagaikan menteri. Pada jaman ORBA hal ini banyak ditemukan. Misalnya dahulu pernah seorang anak pemimpin negara ini mengatakan, “….dia kan pembantu bapak!” yang ditujukan pada seorang menteri. Apakah hal ini menunjukkan seorang anak pemimpin memang mempunyai posisi dan pola pikir eksklusif sesuai dengan posisi orang tuanya? Bagaimana pada jaman sekarang? Masihkah sama?
Apakah peribahasa melayu diatas itu sudah pasti benar? Kalau melihat bagaimana anak Bung Karno jadi presiden, anak Bung Hatta jadi menteri, anak SBY (jenderal) masuk militer dan merintis karir untuk menjadi jenderal, anak kiyai jadi pemimpin pesantren, mungkin saja peribahasa tersebut benar. Lalu bagaimana dengan anak Soeharto yang notabene seorang mantan presiden dan jenderal. Anak-anaknya sekarang malah lebih sering masuk tabloid hiburan daripada berita politik. Apakah ini hasil didikan orangtua, bakat turunan, pengaruh lingkungan ataukah hal yang lain.
Didalam film DC6, anak-anak yang diundang untuk mengikuti permainan adalah anak-anak dari orang-orang yang memiliki pengaruh politik, ekonomi dan sosial Jepang seperti para petinggi pemerintah, politisi dan birokrat, dokter ternama, militer berpangkat serta pengusaha besar. Mereka digambarkan sebagai bentuk generasi kedua atau ketiga pemimpin Jepang dimasa depan, representasi pemimpin negara dimasa yang akan datang. Bagaimana jika orangtuanya seorang pemimpin berwatak rendah? Akankah anak seorang politisi korup akan menjadi politisi korup dimasa depan? Dokter yang hanya bertujuan mengeruk uang sebanyak mungkin, anaknya akan menjadi dokter yang sama seperti orangtuanya? Demi masa depan Jepang yang lebih baik, rantai generasi busuk seperti ini ingin diputuskan oleh Noah Ark.
Re-set satu generasi atau dengan kata lain menghabisi satu generasi yang diyakini telah terpolusi oleh tindakan-tindakan kotor seperti suap menyuap, korupsi, manipulasi, dsb ini mungkinkah diterapkan di Indonesia? Maksud dari menghabisi satu rantai generasi ini bukan dibunuh, melainkan mematikan aktifitas yang berhubungan dengan kepemimpinan. Isu ini pernah terlontar tak lama setelah era reformasi di Indonesia berlangsung, hanya saja lama kelamaan isu ini menguap dengan sendirinya.
Memang isu “potong satu generasi” dalam film dan topik yang saya kemukan ini berbeda, tapi saya yakin memiliki inti tujuan yang sama yaitu mencegah generasi busuk untuk memimpin negara yang sudah morat marit seperti sekarang ini dimasa depan. Mungkin yang patut dicari adalah para pemimpin turunan dari pemimpin masa lampau yang belum terkena polusi atau cari alternatif lain tanpa melihat siapa orangtua-nya (yang penting memiliki kemampuan dan kepribadian baik)
Bagaimana dengan anda sendiri? Apakah anda percaya dengan sistem pemimpin turun temurun yang masih banyak dipegang oleh masyarakat di Indonesia hingga sekarang? Banyak pertanyaan yang saya sendiri sulit untuk menjawab dan saya persilahkan anda sendiri untuk menjawabnya.
Komentar penulis
Film adalah film (virtual maksudnya), dunia nyata adalah dunia nyata. Mungkin komentar ini akan tercetus dengan sendirinya. Tapi bagi saya sendiri, sebuah film kadang merupakan ekspresi pemikiran, tak ubahnya seorang penulis yang menulis pendapatnya di media cetak atau lainnya. Bagi anak-anak yang menonton, DC6 adalah film hiburan yang menarik untuk ditonton karena petualangan seru dan aksinya. Bagi orang dewasa yang ingin sedikit menggunakan otaknya untuk berpikir, DC6 bukanlah film yang setelah nonton langsung dilupakan begitu saja. Sungguh sayang melewatkan film dengan tema yang jarang seperti ini. Hanya saja film ini lebih dark dibandingkan film-film Conan sebelumnya yang cenderung ringan dan lebih fokus ke masalah romantisme Ran-Shinichi, repotnya Conan menyimpan sosok aslinya, serta penyelesaian kasus. Sehingga penonton dewasa yang mau menggunakan benak dewasanya akan merasa sedikit annoying dengan tema seperti ini.
Menurut saya, inilah film Detective Conan The Movie yang terbaik hingga saat ini karena membahas dengan sindiran pas hal yang sangat sensitif bagi masa depan suatu negara yaitu regenerasi dan pendidikan.
Rating: 4/5